Menjadi ulat bulu di tengah keramaian kaki-kaki pengelana
Menjadi sosok yang bersolek tanpa harus menutupi identitas diri
Menjadi buih soda yang tak lagi berbuih
Menjadi mie yang berubah menjadi bubur
Menjadi gendang yang pasrah ditabuh
Menjadi nasi goreng yang terlalu asin
Menjadi kripik yang sudah melempem
Menjadi counterpain yang pasif namun sesungguhnya aktif
Menjadi tinta rapido yang terbuang mubazir
Menjadi lagu yang didengar orang sambil lalu lalang
Menjadi senar gitar yang putus
Menjadi karet nasi bungkus yang berubah menjadi mainan jepretan anak-anak
Menjadi mega, padahal saya giga.
Lalu saya mencolek bahu dunia, nama saya Nina.
Rabu, 15 September 2010
Sabtu, 13 Februari 2010
to be stronger.
Kalo dipikir-pikir saya ini sebenernya aslinya bukan orang yang kasar. Impulsif. Maksudnya nggak secara frontal ngata2in orang gitu. Kalo saya marah sama seseorang saya cenderung diam,
menghindar. Karena kalo saya ikutan emosi jadinya runyam. Saya bisa membanting atau melempar sesuatu kalo bener2 marah, boleh ditanyakan ke keluarga saya. Temen sebangku saya (yang berjenis kelamin perempuan) juga pernah saya tinju wajahnya karena saya sangat marah sama dia sampe2 dia nggak nyapa saya berminggu-minggu. Tapi yang paling saya sebel dari semua reaksi emosional saya adalah air mata saya mudah sekali menetes. Huoh, cengeng sekali. Saya sendiri malu lho punya sifat cengeng gini. Habis kalo ada apa-apa, sesuatu yang nggak enak diiikkkiiiiitt aja, pasti mata langsung berkaca-kaca, padahal q enggak mau nangis. Menyebalkan ya. Memalukan, memang. Seandainya saya bisa berubah. Bisa nggak sih dirubah?
Oleh karena itu resolusi saya adalah menjadi lebih kuat di tahun ini, to be stronger. Susah nggak ya? Nggak dooooong!!! Harus pede, optimis! Nggak boleh kalah ama godaan duniawi yang sesaat, harus kuat!!! Boleh jatoh, kepeleset, kesandung, ketatap, tapi harus bangun lagi dan lari lagi! Whatever doesn't kill you simply make u...stronger! Or.........stranger?
menghindar. Karena kalo saya ikutan emosi jadinya runyam. Saya bisa membanting atau melempar sesuatu kalo bener2 marah, boleh ditanyakan ke keluarga saya. Temen sebangku saya (yang berjenis kelamin perempuan) juga pernah saya tinju wajahnya karena saya sangat marah sama dia sampe2 dia nggak nyapa saya berminggu-minggu. Tapi yang paling saya sebel dari semua reaksi emosional saya adalah air mata saya mudah sekali menetes. Huoh, cengeng sekali. Saya sendiri malu lho punya sifat cengeng gini. Habis kalo ada apa-apa, sesuatu yang nggak enak diiikkkiiiiitt aja, pasti mata langsung berkaca-kaca, padahal q enggak mau nangis. Menyebalkan ya. Memalukan, memang. Seandainya saya bisa berubah. Bisa nggak sih dirubah?
Oleh karena itu resolusi saya adalah menjadi lebih kuat di tahun ini, to be stronger. Susah nggak ya? Nggak dooooong!!! Harus pede, optimis! Nggak boleh kalah ama godaan duniawi yang sesaat, harus kuat!!! Boleh jatoh, kepeleset, kesandung, ketatap, tapi harus bangun lagi dan lari lagi! Whatever doesn't kill you simply make u...stronger! Or.........stranger?
Jumat, 12 Februari 2010
saking bingungnya sampai2 saya tidak bisa mengungkapkannya pada orang lain, maka saya tumpahkan saja di sini.
Saya mulai sesak napas. Rasanya terlalu banyak hal yang berseliweran di otak saya. Tanggungjawab
saya, tugas saya, jati diri saya, identitas saya, hak saya. Mungkin terdengar terlalu duniawi, tapi
kenyataan bahwa saya harus mengingat dan melakukan sebuah agenda yang akan saya lakukan setiap
hari membuat saya bingung. Setiap saya membuka mata dari tidur maka sedetik kemudian seolah
terlihat sebuah catatan panjang akan apa yang seharusnya saya lakukan. Saya harus membaca buku x,
saya harus mulai riset saya, saya harus cuci motor, saya harus istirahat menikmati liburan sambil
nonton film, saya harus beli sepatu baru, dan hal-hal lain. Belum lagi otak saya seolah sudah disetel
untuk selalu mampu mengaitkan satu hal dengan lainnya. Misalnya saya ingat bahwa saya harus mulai
riset saya tentang bambu, maka saya akan langsung ingat bahwa saya harus ke perpustakaan jurusan,
padahal perpustakaan jurusan tidak buka ketika weekend, kemudian saya ingat bahwa saya harus
konsultasi ke dosen wali saya, yang mana beliau masih ada di australia, kemudian saya teringat bahwa
saya ada proyek rumah tinggal di palembang yang mana klien saya masih sibuk sehingga belum bisa
ada konsultasi, kemudian saya ingat bahwa handphone saya masih diservis dan masih tidak dapat
diprediksikan kapan akan selesai, dan seterusnya. Sebelum tidur pun saya dibayangi oleh hal-hal apa
yang harus saya lakukan besok. Apakah saya akan menyelesaikan buku yang saya baca? Apakah saya
akan merefresh otak saya dengan film? Apakah saya akan belajar masak? Apakah saya harus cuci
motor? Apakah saya harus pemanasan jari lagi karena saya sudah setahun tidak main gitar?
Kebiasaan lain saya yang menyusahkan diri sendiri adalah multitasking. Rasanya aneh sekali kalo
melakukan 1 hal secara intens. Misalnya, kebiasaan saya yang paling susah untuk dihilangkan adalah
makan sambil membaca. Bisa koran, majalah, ataupun buku. Karena sudah kebiasaan maka makanan
saya nggak pernah netes ke kertas. Oleh karena itu input saya bukan hanya ke perut, tapi juga ke otak.
Hal lain misalnya yaitu ketika saya membuka laptop maka saya bisa mengerjakan berbagai tugas
dalam satu waktu. Jika sebuah ide terlintas di pikiran saya maka saya harus cepat2 menuangkannya,
jika tidak maka akan langsung hilang. Oya, saya adalah orang yang sangat pelupa. Oleh karena itu
penting sekali untuk menuliskan ide2 saya.
Saya ingin sekali menjadi orang yang fokus. Perhatian saya selalu terpecah, saya sulit konsentrasi.
Padahal saya setuju dengan paham lebih baik mengetahui 1 hal secara mendalam daripada banyak hal
tapi dangkal. Tapi entah mengapa susah sekali mempraktekkannya. Saya ingin sekali punya
spesialisasi dalam bidang yang saya tekuni ini, misalnya spesialisasi di desain interior, sejarah
arsitektur, atau mungkin energi bangunan. Tapi memang dasarnya saya ini orangnya selalu ingin tahu,
semuanya ingin saya masuki. Semua literatur saya baca, semua mata kuliah saya ikuti. Akhirnya
sekarang saya bingung sendiri harus ke mana. Nah lo, saya jadi ingat lagi sama dosen wali saya yang
lagi ada di Australia.
Dan saya sadar akhir2 ini saya jadi merepotkan banyak orang. Saya jadi linglung, saya merasa hampa,
tatapan saya kosong, saya semakin mudah migrain dan sesak napas, saya jadi semakin bingung. Dan
saya sadar tidak ada yang mampu menolong saya selain saya sendiri, karena bahkan untuk
menceritakan hal ini ke orang lain pun saya tidak menemukan kata2 serta metode yang pas. Saya
mencoba membaca buku2 yang inspiratif, jadinya malah saya semakin bingung dan otak saya serasa
mau meledak. Ketika saya mencoba untuk menyegarkan diri saya merasa hal itu hanya sementara.
Selesai bersenang-senang, ketika pulang saya teringat lagi akan beban-beban saya. Mungkin kuncinya
adalah tidak menganggapnya sebagai beban. Memang hal-hal yang saya pikirkan adalah hal yang saya
sukai, namun bukan itu masalahnya. Masalahnya bukan terletak di apa yang saya pikirkan, namun
berapa yang saya pikirkan. Saya membicarakan masalah kuantitas. Bobot. Saya menyukai bidang studi
saya, saya menyukai bahan bacaan saya, namun rasanya semua itu terlalu banyak. Saya tidak bisa
menyaring mana2 yang penting, yang signifikan, yang mendesak. Saya merasa terpacu dengan waktu,
Saya harus melakukan semuanya. Demi apa? Entahlah. Kepuasan? Kelegaan? Penghargaan? Saya
sendiri juga ragu.
Apakah saya sangat bersalah ketika suatu hari saya gagal dan orang menyalahkan saya karena mereka
merasa terbebani oleh saya? Demikian beban-kah saya ini? Inilah sifat alami Libra yang saya benci,
selalu berusaha untuk menyenangkan orang lain. Maka ketika orang lain marah kepada saya, kesal,
kecewa, serta bentuk emosi tidak menyenangkan lain, saya bisa jatuh terpuruk sangat dalam.
Terkadang saya ingin menjadi orang yang apatis, cuek saja terhadap pendapat orang lain. Tapi jika
orang lain di sini adalah orang yang saya sayangi, orang-orang yang dekat dengan saya, maka saya
sangat sulit untuk mengacuhkan mereka. Karena dari mereka lah saya mendapat energi positif, dari
mereka lah saya mendapat simpati dan dukungan yang saya perlukan utnuk bergerak maju. Dan jika
kini mereka memberikan timbal balik yang negatif, saya merasa sangat bersalah karena telah
mengecewakan mereka. Kata Pak Galih dosen saya, manusia disebut makhluk sosial karena manusia
butuh diingatkan. Manusia bisa lupa, melakukan kesalahan, jatuh. Di sinilah peran sosial manusia
sebagai sesama yang mengingatkan, membantu, dan bergerak bersama menuju arah yang lebih baik.
Apakah saya sangat naif karena mengaharapkan semua orang memiliki paham yang sama dengan
saya?
Jika saya sudah sampai pada titik ini maka saya sadar bahwa memang saya tidak bia menggantungkan
diri kepada orang lain. Kata orang saya sudah besar, maka saya harus bisa bertahan dan tetap
melangkah maju meskipun tidak ada yang membackup saya. Setidaknya saya berusaha. Toh orang lain
juga tidak mengerti jalan pikiran saya, maka saya yang harus mencari jawaban atas pertanyaan2 saya.
To quench my thirst.
Mungkin saatnya bagi saya untuk menetapkan tujuan. Tujuan hidup? Mungkin terlalu jauh, namun
mengingat bahwa saya kini sudah berkepala dua rasanya sudah tidak pantas lagi jika saya masih
bermain-main sambil mengandalkan uang saku orang tua. Saya ingin belajar. Saya ingin cari uang. Saya
ingin dihargai keluarga saya. Saya ingin dapat pengakuan. Saya ingin berguna bagi sesama. Saya tidak
ingin jadi parasit.
Saatnya menyusun kembali daftar bacaan. Saatnya menyusun kembali tujuan awal. Saatnya mencari
motivasi. Saatnya bergerak. Saatnya mencoba bertahan dari godaan-godaan sesaat yang tidak penting.
Kata Winston Churchill "We make a living by what we get, we make a life by what we give." Kata Albert
Pike (yang udah diterjemahin) "Sesuatu yg kita lakukan hanya untuk diri kita sendiri akan mati bersama
kita; sesuatu yg kita lakukan untuk orang lain dan dunia akan bertahan dan abadi."
saya, tugas saya, jati diri saya, identitas saya, hak saya. Mungkin terdengar terlalu duniawi, tapi
kenyataan bahwa saya harus mengingat dan melakukan sebuah agenda yang akan saya lakukan setiap
hari membuat saya bingung. Setiap saya membuka mata dari tidur maka sedetik kemudian seolah
terlihat sebuah catatan panjang akan apa yang seharusnya saya lakukan. Saya harus membaca buku x,
saya harus mulai riset saya, saya harus cuci motor, saya harus istirahat menikmati liburan sambil
nonton film, saya harus beli sepatu baru, dan hal-hal lain. Belum lagi otak saya seolah sudah disetel
untuk selalu mampu mengaitkan satu hal dengan lainnya. Misalnya saya ingat bahwa saya harus mulai
riset saya tentang bambu, maka saya akan langsung ingat bahwa saya harus ke perpustakaan jurusan,
padahal perpustakaan jurusan tidak buka ketika weekend, kemudian saya ingat bahwa saya harus
konsultasi ke dosen wali saya, yang mana beliau masih ada di australia, kemudian saya teringat bahwa
saya ada proyek rumah tinggal di palembang yang mana klien saya masih sibuk sehingga belum bisa
ada konsultasi, kemudian saya ingat bahwa handphone saya masih diservis dan masih tidak dapat
diprediksikan kapan akan selesai, dan seterusnya. Sebelum tidur pun saya dibayangi oleh hal-hal apa
yang harus saya lakukan besok. Apakah saya akan menyelesaikan buku yang saya baca? Apakah saya
akan merefresh otak saya dengan film? Apakah saya akan belajar masak? Apakah saya harus cuci
motor? Apakah saya harus pemanasan jari lagi karena saya sudah setahun tidak main gitar?
Kebiasaan lain saya yang menyusahkan diri sendiri adalah multitasking. Rasanya aneh sekali kalo
melakukan 1 hal secara intens. Misalnya, kebiasaan saya yang paling susah untuk dihilangkan adalah
makan sambil membaca. Bisa koran, majalah, ataupun buku. Karena sudah kebiasaan maka makanan
saya nggak pernah netes ke kertas. Oleh karena itu input saya bukan hanya ke perut, tapi juga ke otak.
Hal lain misalnya yaitu ketika saya membuka laptop maka saya bisa mengerjakan berbagai tugas
dalam satu waktu. Jika sebuah ide terlintas di pikiran saya maka saya harus cepat2 menuangkannya,
jika tidak maka akan langsung hilang. Oya, saya adalah orang yang sangat pelupa. Oleh karena itu
penting sekali untuk menuliskan ide2 saya.
Saya ingin sekali menjadi orang yang fokus. Perhatian saya selalu terpecah, saya sulit konsentrasi.
Padahal saya setuju dengan paham lebih baik mengetahui 1 hal secara mendalam daripada banyak hal
tapi dangkal. Tapi entah mengapa susah sekali mempraktekkannya. Saya ingin sekali punya
spesialisasi dalam bidang yang saya tekuni ini, misalnya spesialisasi di desain interior, sejarah
arsitektur, atau mungkin energi bangunan. Tapi memang dasarnya saya ini orangnya selalu ingin tahu,
semuanya ingin saya masuki. Semua literatur saya baca, semua mata kuliah saya ikuti. Akhirnya
sekarang saya bingung sendiri harus ke mana. Nah lo, saya jadi ingat lagi sama dosen wali saya yang
lagi ada di Australia.
Dan saya sadar akhir2 ini saya jadi merepotkan banyak orang. Saya jadi linglung, saya merasa hampa,
tatapan saya kosong, saya semakin mudah migrain dan sesak napas, saya jadi semakin bingung. Dan
saya sadar tidak ada yang mampu menolong saya selain saya sendiri, karena bahkan untuk
menceritakan hal ini ke orang lain pun saya tidak menemukan kata2 serta metode yang pas. Saya
mencoba membaca buku2 yang inspiratif, jadinya malah saya semakin bingung dan otak saya serasa
mau meledak. Ketika saya mencoba untuk menyegarkan diri saya merasa hal itu hanya sementara.
Selesai bersenang-senang, ketika pulang saya teringat lagi akan beban-beban saya. Mungkin kuncinya
adalah tidak menganggapnya sebagai beban. Memang hal-hal yang saya pikirkan adalah hal yang saya
sukai, namun bukan itu masalahnya. Masalahnya bukan terletak di apa yang saya pikirkan, namun
berapa yang saya pikirkan. Saya membicarakan masalah kuantitas. Bobot. Saya menyukai bidang studi
saya, saya menyukai bahan bacaan saya, namun rasanya semua itu terlalu banyak. Saya tidak bisa
menyaring mana2 yang penting, yang signifikan, yang mendesak. Saya merasa terpacu dengan waktu,
Saya harus melakukan semuanya. Demi apa? Entahlah. Kepuasan? Kelegaan? Penghargaan? Saya
sendiri juga ragu.
Apakah saya sangat bersalah ketika suatu hari saya gagal dan orang menyalahkan saya karena mereka
merasa terbebani oleh saya? Demikian beban-kah saya ini? Inilah sifat alami Libra yang saya benci,
selalu berusaha untuk menyenangkan orang lain. Maka ketika orang lain marah kepada saya, kesal,
kecewa, serta bentuk emosi tidak menyenangkan lain, saya bisa jatuh terpuruk sangat dalam.
Terkadang saya ingin menjadi orang yang apatis, cuek saja terhadap pendapat orang lain. Tapi jika
orang lain di sini adalah orang yang saya sayangi, orang-orang yang dekat dengan saya, maka saya
sangat sulit untuk mengacuhkan mereka. Karena dari mereka lah saya mendapat energi positif, dari
mereka lah saya mendapat simpati dan dukungan yang saya perlukan utnuk bergerak maju. Dan jika
kini mereka memberikan timbal balik yang negatif, saya merasa sangat bersalah karena telah
mengecewakan mereka. Kata Pak Galih dosen saya, manusia disebut makhluk sosial karena manusia
butuh diingatkan. Manusia bisa lupa, melakukan kesalahan, jatuh. Di sinilah peran sosial manusia
sebagai sesama yang mengingatkan, membantu, dan bergerak bersama menuju arah yang lebih baik.
Apakah saya sangat naif karena mengaharapkan semua orang memiliki paham yang sama dengan
saya?
Jika saya sudah sampai pada titik ini maka saya sadar bahwa memang saya tidak bia menggantungkan
diri kepada orang lain. Kata orang saya sudah besar, maka saya harus bisa bertahan dan tetap
melangkah maju meskipun tidak ada yang membackup saya. Setidaknya saya berusaha. Toh orang lain
juga tidak mengerti jalan pikiran saya, maka saya yang harus mencari jawaban atas pertanyaan2 saya.
To quench my thirst.
Mungkin saatnya bagi saya untuk menetapkan tujuan. Tujuan hidup? Mungkin terlalu jauh, namun
mengingat bahwa saya kini sudah berkepala dua rasanya sudah tidak pantas lagi jika saya masih
bermain-main sambil mengandalkan uang saku orang tua. Saya ingin belajar. Saya ingin cari uang. Saya
ingin dihargai keluarga saya. Saya ingin dapat pengakuan. Saya ingin berguna bagi sesama. Saya tidak
ingin jadi parasit.
Saatnya menyusun kembali daftar bacaan. Saatnya menyusun kembali tujuan awal. Saatnya mencari
motivasi. Saatnya bergerak. Saatnya mencoba bertahan dari godaan-godaan sesaat yang tidak penting.
Kata Winston Churchill "We make a living by what we get, we make a life by what we give." Kata Albert
Pike (yang udah diterjemahin) "Sesuatu yg kita lakukan hanya untuk diri kita sendiri akan mati bersama
kita; sesuatu yg kita lakukan untuk orang lain dan dunia akan bertahan dan abadi."
Selasa, 26 Januari 2010
Sepeda Pancal
Menurut saya sepeda pancal adalah alat transportasi yang paling keren sedunia. Murah dan mudah, menyehatkan, ga pake bensin, kece deh pokoknya. Apalagi kalo jaman bocah dulu kan sukanya balapan sepedaan, wii seru banget kalo diliat. Oleh karena itu dari dulu saya pingin banget punya sepeda pancal. Pernah sih pas SD dibeliin, terus sering dipinjem, dan akhirnya ga tau ke mana. Saya masih inget sepedanya sepeda gunung warna merah, secondhand tapi masih oke. Hmm jadi kangen.
Dan sekarang yang mana trendnya global warming, sepeda pancal adalah transportasi yang ekonomis dan efisien dalam rangka mengurangi tingkat polusi udara dan sekaligus menyehatkan itu. Memang sih bersepeda pancal itu berisiko keserempet dan lain-lain, yah tapi itu tidak mengurangi kecintaan saya pada alat transportasi ini.
Agaknya hal ini sangat menancap di hati sanubari saya sehingga dari jaman dahulu saya selalu tertarik dengan laki-laki yang sehari-harinya memakai sepeda pancal. Terlihat sangat macho dan keren....hehehe. Dia juga terkesan sederhana dan enggak neko-neko, pokoknya mantab jaya.
Saya kenal dengan seseorang yang suka naik sepeda pancal. Dan benar saja, saya naksir sama dia. Bayangkan, hanya karena dia suka pakai sepeda pancal. Setelah kenal lebih dekat ternyata memang orangnya sederhana, cerdas, dan memiliki jiwa petualang yang nggak bikin bosen. Dan sekarang saya merindukan sosok ini.............
Dan sekarang yang mana trendnya global warming, sepeda pancal adalah transportasi yang ekonomis dan efisien dalam rangka mengurangi tingkat polusi udara dan sekaligus menyehatkan itu. Memang sih bersepeda pancal itu berisiko keserempet dan lain-lain, yah tapi itu tidak mengurangi kecintaan saya pada alat transportasi ini.
Agaknya hal ini sangat menancap di hati sanubari saya sehingga dari jaman dahulu saya selalu tertarik dengan laki-laki yang sehari-harinya memakai sepeda pancal. Terlihat sangat macho dan keren....hehehe. Dia juga terkesan sederhana dan enggak neko-neko, pokoknya mantab jaya.
Saya kenal dengan seseorang yang suka naik sepeda pancal. Dan benar saja, saya naksir sama dia. Bayangkan, hanya karena dia suka pakai sepeda pancal. Setelah kenal lebih dekat ternyata memang orangnya sederhana, cerdas, dan memiliki jiwa petualang yang nggak bikin bosen. Dan sekarang saya merindukan sosok ini.............
Rabu, 20 Januari 2010
cape.
apakah saya memang benar-benar tak terlihat?
apakah yang selama ini saya perjuangkan sesungguhnya semu?
karena saya sudah siap untuk meledak
gemuruhnya sudah memekakkan telinga saya
saya memang tidak pernah percaya akan adanya kebahagiaan
karena semua dongeng itu menurut saya omong kosong
mungkin perspektif saya cenderung gelap dan memuakkan
tapi apakah itu ilegal? kriminal?
pantaskah itu diacuhkan dan diludahi?
saya ingin mengembara, tanpa kabar tanpa berita
saya ingin tenggelam saja di Atlantis
toh ideku tidak pernah benar di mata kalian
toh pribadiku selalu salah di benak kalian
apa saya tidak boleh lelah? apa menurut kalian saya tidak lelah?
mengapa aku tidak boleh egois?
mengapa aku harus selalu menjadi yang bersalah?
aku sudah tidak mampu membau kemenangan di ujung jalan
aku sudah tidak berani bermimpi akan adanya harapan
cela saja aku, bahwa aku egois dan mudah menyerah
karena memang aku rapuh, dan rupanya inilah dosaku yang paling besar.
apakah yang selama ini saya perjuangkan sesungguhnya semu?
karena saya sudah siap untuk meledak
gemuruhnya sudah memekakkan telinga saya
saya memang tidak pernah percaya akan adanya kebahagiaan
karena semua dongeng itu menurut saya omong kosong
mungkin perspektif saya cenderung gelap dan memuakkan
tapi apakah itu ilegal? kriminal?
pantaskah itu diacuhkan dan diludahi?
saya ingin mengembara, tanpa kabar tanpa berita
saya ingin tenggelam saja di Atlantis
toh ideku tidak pernah benar di mata kalian
toh pribadiku selalu salah di benak kalian
apa saya tidak boleh lelah? apa menurut kalian saya tidak lelah?
mengapa aku tidak boleh egois?
mengapa aku harus selalu menjadi yang bersalah?
aku sudah tidak mampu membau kemenangan di ujung jalan
aku sudah tidak berani bermimpi akan adanya harapan
cela saja aku, bahwa aku egois dan mudah menyerah
karena memang aku rapuh, dan rupanya inilah dosaku yang paling besar.
cilukba!
hoh! akhirnya saya bikin blog juga. sudah lama sekali nulis tapi baru sekarang saya tuangkan di sini. hm saya suka nulis hal-hal gak penting, hal-hal yang sama orang lain cenderung dilewatkan begitu saja. kadang juga nulis2 curhatan, misuh2 ga jelas. ya tulisan ini contoh betapa nggak pentingnya saya ini.
hm sudah jam 23.45, tumben di tempat hotspotan langganan masih rame. untungnya cuma dikit yang ngerokok. kenapa orang kalo menghadap komputer suka sambil rokokan? saya paling sebel kalo di keyboard warnet ada bekas abu rokok, juuuhhhh..... hm kadang pengen nyoba juga seperti apa rasanya rokok. pernah lho saya berdiri lama di kasir indomaret sambil menimbang-nimbang rokok mana yang cocok buat pemula seperti saya. kata teman saya kalo pemula mending rokok yang kecil aja, jangan langsung yang rasa premium gitu. saya juga mikir2, enak gak sih rokok yang ada rasa kopi ato teh ato mint gitu. kata teman saya juga, itu cuman sensasi asepnya aja yang ada aromanya gitu. ooo gitu, pantesan kok orang rokokan tetep disambi ngopi juga.
uh kebelet pipis, tapi nanggung. jadi ceritanya kemudian saya mengurungkan niat buat beli rokok satu pak, soalnya setahu saya bisa beli batangan aja. ato mungkin nodong teman saya juga bisa, kan sekalian diajarin ntar. eits!! tiba2 saya inget tentang kata "imej". wew, apa kata orang ya kalo saya rokokan. ah bodo amat sih, toh cuman coba2 doang. sembunyi2 juga bisa kan, ato ngerokoknya di kos temen saya aja, hihihi teman saya ini emang bisa jadi informan sekaligus inang sifat parasitisme saya. jadi saya mengesampingkan faktor imej ini. lalu muncul pertimbangan kedua, yaitu duit! jiaelah rokok sebatang cuman berapa duit sih, tapi yo tetep ae, mending buat beli cilok hehehe... oke niat saya mulai memudar di sini. akhirnya lama2 saya males, lama2 saya lupa, lama2 saya udah ga tertarik lagi buat nyoba. hm tapi ga tau lagi kalo suatu hari temen saya ngajak nyobain. liat tar deh, mungkin itu jawaban klise saya yang akan saya utarakan.
di luar itu semua, saya ini sebenernya anti rokok lho. kalo ada orang rokokan di sebelah saya pasti saya langsung menghindar, ga kuat baunya. ada merk2 tertentu yang saya gak suka banget baunya, uekh. saya juga berpendapat bahwa rokok ini yang bikin orang indonesia gak kaya2, lha masak duit BLT pada dibuat beli rokok, bukan beli beras. tanya aja orang2 di desa2, pasti pengeluaran buat rokok bisa dikatakan porsinya cukup besar dan hampir bisa disejajarkan dengan sembako lain. buset dah. beberapa petani mengakalinya dengan ngelinting tembako, emang edan nih masalah addiction.
lagian rokok juga ga baik buat kesehatan. di iklannya ada tulisannya, di bungkusnya juga ada. tapi ya gitu, emang addictive sih, makanya ini juga yang bikin saya agak ngeri mau nyoba. tapi kalo mau nutup pabrik rokok susah juga, lha terus gimana dong nasib ribuan buruhnya.
hmm ya menurut saya sih solusinya ya si perokok berhenti ngerokok aja, seenggaknya kan ngefek buat diri perokok sendiri. abis dilematis juga sih, repot dah kalo udah nyentuh masalah hajat hidup orang banyak. makanya ini juga menjadi peringatan buat diri sendiri! toh kalo akhirnya tetep nyoba ya inget aja dampak rokok.
weh udah diusir sama mas-mas penjaga hotspotan. huhu padahal ujan di luar, pulang ujan-ujanan deh. lanjutin kapan2 dah.
hm sudah jam 23.45, tumben di tempat hotspotan langganan masih rame. untungnya cuma dikit yang ngerokok. kenapa orang kalo menghadap komputer suka sambil rokokan? saya paling sebel kalo di keyboard warnet ada bekas abu rokok, juuuhhhh..... hm kadang pengen nyoba juga seperti apa rasanya rokok. pernah lho saya berdiri lama di kasir indomaret sambil menimbang-nimbang rokok mana yang cocok buat pemula seperti saya. kata teman saya kalo pemula mending rokok yang kecil aja, jangan langsung yang rasa premium gitu. saya juga mikir2, enak gak sih rokok yang ada rasa kopi ato teh ato mint gitu. kata teman saya juga, itu cuman sensasi asepnya aja yang ada aromanya gitu. ooo gitu, pantesan kok orang rokokan tetep disambi ngopi juga.
uh kebelet pipis, tapi nanggung. jadi ceritanya kemudian saya mengurungkan niat buat beli rokok satu pak, soalnya setahu saya bisa beli batangan aja. ato mungkin nodong teman saya juga bisa, kan sekalian diajarin ntar. eits!! tiba2 saya inget tentang kata "imej". wew, apa kata orang ya kalo saya rokokan. ah bodo amat sih, toh cuman coba2 doang. sembunyi2 juga bisa kan, ato ngerokoknya di kos temen saya aja, hihihi teman saya ini emang bisa jadi informan sekaligus inang sifat parasitisme saya. jadi saya mengesampingkan faktor imej ini. lalu muncul pertimbangan kedua, yaitu duit! jiaelah rokok sebatang cuman berapa duit sih, tapi yo tetep ae, mending buat beli cilok hehehe... oke niat saya mulai memudar di sini. akhirnya lama2 saya males, lama2 saya lupa, lama2 saya udah ga tertarik lagi buat nyoba. hm tapi ga tau lagi kalo suatu hari temen saya ngajak nyobain. liat tar deh, mungkin itu jawaban klise saya yang akan saya utarakan.
di luar itu semua, saya ini sebenernya anti rokok lho. kalo ada orang rokokan di sebelah saya pasti saya langsung menghindar, ga kuat baunya. ada merk2 tertentu yang saya gak suka banget baunya, uekh. saya juga berpendapat bahwa rokok ini yang bikin orang indonesia gak kaya2, lha masak duit BLT pada dibuat beli rokok, bukan beli beras. tanya aja orang2 di desa2, pasti pengeluaran buat rokok bisa dikatakan porsinya cukup besar dan hampir bisa disejajarkan dengan sembako lain. buset dah. beberapa petani mengakalinya dengan ngelinting tembako, emang edan nih masalah addiction.
lagian rokok juga ga baik buat kesehatan. di iklannya ada tulisannya, di bungkusnya juga ada. tapi ya gitu, emang addictive sih, makanya ini juga yang bikin saya agak ngeri mau nyoba. tapi kalo mau nutup pabrik rokok susah juga, lha terus gimana dong nasib ribuan buruhnya.
hmm ya menurut saya sih solusinya ya si perokok berhenti ngerokok aja, seenggaknya kan ngefek buat diri perokok sendiri. abis dilematis juga sih, repot dah kalo udah nyentuh masalah hajat hidup orang banyak. makanya ini juga menjadi peringatan buat diri sendiri! toh kalo akhirnya tetep nyoba ya inget aja dampak rokok.
weh udah diusir sama mas-mas penjaga hotspotan. huhu padahal ujan di luar, pulang ujan-ujanan deh. lanjutin kapan2 dah.
Langganan:
Postingan (Atom)